ETIKA EKONOMI
IKA ARULITA FEBRIANA
(1114215048)
Tugas ini di latar belakangi oleh
keinginan kami untuk mengetahui lebih lanjut tentang Etika ekonomi dan bisnis. Seperti yang telah kita
ketahui bersama,bahwa etika ekonomi dalama bisnis merupakan prilaku seorang
pembisnis,atau sifat,watak seorang pembisnis dimana dalam menjalankan
tugasnya,untuk kemajuan perekonomian di dunia. Etika bisnis merupakan pemikiran
atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi atau bisnis dan semua pihak yang
terkait dengan para kompetitor untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan ilmu
ekonomi dan mencapai tujuan atau mendapatkan profit, sehingga kita harus
menguasai sudut pandang ekonomi, hukum, dan etika atau moral agar dapat mencapai
target yang dimaksud. Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji atau
tercela, dan karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia.
Moralitas selalu berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia, dan kegiatan
ekonomis merupakan suatu bidang perilaku yang sangat penting. Tetapi belum
pernah etika bisnis mendapat begitu banyak perhatian seperti sekarang.
Etika ekonomi usaha negara hampir
sama dengan etika ekonomi koperasiyaitu melayani tetapi sekaligus melindungi
kepentingan umum. Orientasi pada pelayanan dan perlindungan kepentingan umum
inilah misi utama usaha negaraatau Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Inilah yang
terkandung dalam pengertian cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak, harus dipergunakan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat secara maksimal (sebesar-besar kemakmuran rakyat).
Etika ekonomi usaha swasta adalah
memproduksi dan menyediakan barang dan jasa kepada masyarakat, dengan mengambil
keuntungan dari kegiatan dan usahanya itu. Usaha swasta berkembang karena ada
keuntungan yang bisa diperoleh. Apabila wawasan ekonomi Pancasila sudah
kita terima sebagai satu-satunya pegangan etik sistem dan kebijaksanaan
pembangunan nasional.
Dari gambaran di atas,kami sabagai
mahasiswa/I yang menyusun pembuatan makalah ini,ingin menyalurkan pengetahuan
beserta opini saya terhadap etika ekonomi dan bisnis. Ditinjau dari segi sosial
misalnya, dalam masyarakat kurang
mengerti tentang etika perkonomian sehingga banyak terjadi penyimpangan ataupun
kesalah fahaman dalam bisnisnya, dengan adanya makalah ini saya
mengharapkan supaya kedepanya para pembisnis supaya lebih mempelajri tentang
ilmu etika. Dari latar belakang itulah saya membuat ulasan materi dalam makalah
ini.
Untuk mengetahui tentang dasar apa
saja harus di pelajari tentang etika ekonomi dan bisnis,supaya pembisnis di dunia
ini lebih jujur dalam mencari keuntungan. Pokok permasalahan dari materi makalah kami
timbulkan beberapa pokok permasalahan antara lain : Pengertian etika ekonomi ?
Manfaat etika terhadap bisnis ? Pengertian bisnis? Hal-hal yang mempengaruhi
bisnis tanpa etika?
B. Evaluasi
Pelaku bisnis yang dikaitkan dengan etika adalah manusia itu sendiri. Oleh karena manusia itu bukanlah makhluk yang berdiri sendiri yang dapat mempertahankan pendiriannya tanpa ada perubahan-perubahan sikap atau penampilan, namun ia merupakan sosok makhluk yang terdiri dari jasmani rohani, yang mana didalamnya di samping ada yang berbentuk fisik material juga ada immaterial, seperti akal pikiran, emosi, perasaan dan lain sebagainya. Oleh karena itu bilamana manusia dikaitkan dengan makhluk pelaku bisnis yang diharapkan memiliki bobot etika bisnis, maka tidak lepas dari sifat-sifat, kondisi atau keadaan struktur masyarakatnya, yaitu corak lingkungan social politik ekonomi dan budaya masyarakat tersebut.
B. Evaluasi
Pelaku bisnis yang dikaitkan dengan etika adalah manusia itu sendiri. Oleh karena manusia itu bukanlah makhluk yang berdiri sendiri yang dapat mempertahankan pendiriannya tanpa ada perubahan-perubahan sikap atau penampilan, namun ia merupakan sosok makhluk yang terdiri dari jasmani rohani, yang mana didalamnya di samping ada yang berbentuk fisik material juga ada immaterial, seperti akal pikiran, emosi, perasaan dan lain sebagainya. Oleh karena itu bilamana manusia dikaitkan dengan makhluk pelaku bisnis yang diharapkan memiliki bobot etika bisnis, maka tidak lepas dari sifat-sifat, kondisi atau keadaan struktur masyarakatnya, yaitu corak lingkungan social politik ekonomi dan budaya masyarakat tersebut.
Penulis tidak heran bilamana mendapat
informasi tentang adanya manusia bersifat malaikat, dalam pengertian tidak
tergoda akan pengaruh-pengaruh yag tidak bermoral apalagi menyimpang dari
norma-norma yang ada dalam suatu masyarakat. Demikian pula penulis tidaklah
heran kalau di antara pebisnis ada yag muncul sebagai koboi bank yang bersifat
serakah dan sikat kiri kanan tanpa memperdulikan rambu-rambu kesopanan maupun
aturan yang ada.
Penampilan-penampilan diatas
nampaknya diwarnai atau dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama adalah faktor dari dalam diri manusia,
seperti suara hati manusia mengalami adanya hukum dalam hati yang tidak ia
ciptakan sendiri melainkan sebagai yang harus ia taati. Suara hati itu
memerintahkan manusia untuk mencintai dan melaksanakan apa yang baik dan
menolak apa yang jahat. Bagi orang yang beriman, manusia mengalami dalam suatu
hati seorang diri berada bersama dengan tuhan yang selalu menyapanya. Ada juga
manusia yang menentang suara hatinya, menguburkan dalam-dalam teriakan suara
hatinya yang terdalam untuk menampilkan suatu perilaku yang tidak terpuji.
Karena manusia tersebut suara hatinya tidak menggetarkan dirinya untuk berbuat
sesuatu yang baik karena ia telah menjadi tumpul karena kebiasaan berdosa.
Faktor ke dua adalah melalui budaya
seperti halnya alat-alat atau teknologi, yang mana tidak satu unsur pribadi
manusia yang luput dari pengaruh teknik. Kemudian selanjutnya adanya “etos”
masyarakat yaitu kompleks kebiasaan dan sikap-sikap manusia terhadap waktu,
alam dan kerja.
Secara sosiologis etika bisnis
merupakan salah satu produk social, merupakan produk lingkungannya. jadi atas
dasar hal itu dapat kita katakan bahwa mau tidak mau lingkungan social,
politik, ekonomi, budaya dari suatu masyarakat jelas berpengaruh terhadap
bagaimana arti, bentuk dan penerapan etika bisnisnya. Faktor lain adalah sangat “inti”
karena menyangkut hati dari kebudayaan. Yaitu pemahaman dari masyarakatcara
bagaimana menafsirkan dirinya, sejarah dan tujuannya. Lapisan yang mempengaruhi di
sini adalah paham-paham atau keyakinan seseorang sehingga berpikir dan
bertindak selalu berusaha sesuai dengan isme-isme yang melatar belakangi dari
pihak pelaku bisnis.
Pengaruh lain yang dirasakan dahsat
adalah karena adanya era globalisasi yang sangat derasis merubah pembangunan
yang bercirikan agraris menjadi industrial area. Bahkan proses pembangunan
membuat unsur perubahan tidak saja perubahan fisik tetapi juga perubahan dalam
sistem nilai.
Bagaimanapun dahsatnya pengaruh di
atas yang memiliki potensi untuk merubah pendirian pelaku bisnis. Namun yang
patut dicamkan bahwasanya seseorang atau suatu masyarakat yang sudah siap dan
sadar akan posisi dirinya, maka seorang pengusaha atau seorang bankir selalu
menempatkan dirinya pada dua sisi, yakni ; mentalitas dan aspek
profesionalisme.
Pada prinsipnya profesionalisme juga
tidak terlepas dari prinsip-prinsip atau bankir harus yakin bahwa ia sebagai
hamba Allah, berperilaku social yakin bahwa ia sebagai hamba Allah, berperilaku
social yakni ia utuk kepentingan usaha dagangnya. Ini menyangkut urusan mental.
Sebagaimana yang diuraikan oleh Immanuel Kant, tentang mentalitas dewasa ini,
sikap hidup hedonistic dan kerakusan merebut peluang cukup menclok. Demi
kesenangan dan kepentingan pribadi atau kelompok.
Disadari oleh kant bahwa sukar
menetapkan perilaku seseorang di dalam menjalankan suatu tindakan, apakah itu
dapat dinilai moralitas atau justru tidak memiliki bobot moralitas. Karena yang
kita amati hanyalah apa yang secara lahiriah belaka. Oleh karena itu dengan
tegas kant mengatakan bahwa “hanya Allah mampu melihat bahwa tekad batin kita
adalah moral dan murni”.
Pelaku bisnis diberbagai lapangan,
nampaknya masih jauh dari harapan bilamana perlaku bisnis akan ditempatkan pada
posisi makhluk sadar akan kewajibannya sebagai dasar tindakan moral sebagaimana
Kant mengatakan bahwa seseorang dianggap moralist dimana tindakannya
benar-benar sesuai dengan kewajiban (auspt licht). Tindakan tersebut tidak
didasari oleh karena adanya kecenderungan spontan atau selera pribadi,
melainkan landasan tindakan itu demi kewajiban semata-mata, inilah tindakan
yang baik.
Penulis masih berkesimpulan bahwa di
Indonesia masih sukar diterapkan konsep moral dan etika Immanuel kant didalam
paham imperatif katagoris ini didala dunia bisnis. Factor-faktor yang tidak dapat
mewujudkannya karenan beberapa factor yang mempengaruhi pelaku bisnis.
Factor-faktor yang tidak dapat mewujudkannya karena beberapa factor yang
mempengaruhi pelaku bisnis tersebut. Walaupun tidak semua pebisnis demikian,
tetapi pada umumya mereka masih bertindak karena adanya kepentingan sendiri,
pertimbangan utung rugi, atau tidakan mereka hanya berusaha menyeseuaikan
hukum, agar tidak dikategrikan melanggar hukum.
Di sinilah perlunya perhatian kita
terhadap makhluk pebisnis tidak hanya diperhatikan bobot keerampilannya, tetapi
benar-benar menyadari keberadaan dan fungsinya. Mereka harus menyadari bahwa
kepercayaan dari pemerintah dan rakyat harus dipelihara. Seperti diberinya izin
berarti pemerintah mempercayai kepada pemilik bank untuk menarik dan mengelola
dana-dana masyarakat. Kalau mereka gunakan dana bank utuk kelompoknya sendiri,
itu sama juga merampok negara. Janganlah pemilik bank cenderung menganggap bank
adalah kasir mereka dapat di tarik kapan saja untuk kepentingan usaha sendiri.
Mental semacam ini terus menghinggapi bank sampai sekarang. Menurut hasil riset info bank
selama ini menunjukkan, remuknya bank karena diperas habis-habisan oleh pemilik
dan bankirnya sendiri.
C. Saran-saran
Kegiatan bisnis pada hakekatnya
merupakan simbol kehidupan yang dinamis bagi manusia yang memfungsikan jiwa,
akal pikiran dan panca inderanya untuk mengantisipasi keberlangsungan
keberadaan makhluk yang berpikir didalam suatu konstalasi suasana ruang waktu
yang saling terkait.
Dalam rangka mengarungi bahtera yang
penuh gelobang dan tantangan, terutama menjelang era globalisasi, maka makhluk
pelaku bisnis dan orang-orang yang terkait di tanah air yang tercinta ini,
kiranya memperhatikan saran-saran penulis di bawah ini. Sebagai bahan
pertimbangan untuk meniti karier dalam dunia bisnis pada umumya dan khususnya
dalam dunia bisnis pada umumnya dan khususnya dalam dunia bisnis industi
perbankan:
1. Setiap individu yang terlibat
langsung dalam sutu kegiatan bisnis. Seharusnya meyakini dirinya bahwa ia
bersikap kritis-bijak yaitu adan landasan etika bisnis yang selalu mewarnai
setiap buah pikiran, sikap dan performansnya.
Seseorang bankir harus bisa
membedakan posisi bank dengan perusahaan. Bangir menghadapi dan pengelolah
uang. Pendekatan oprasinya harus penuh dengan kehati-hatian. Oleh karena itu
persaingan dala dunia pebankan, tidak hanya pada moral dan asset dan harus
besar, atau ROA (retur on eferage assets) dan ROE (Return on Everage Equity)
nya harus tumbuh membumbug, tetapi tidan kalah pentingnya adalah bank dan
bankir harus menyesuaikan etika perbankan sebagai bankir. Oleh karena itu
hendaknya mulai sekarang para pelaku bisnis berlatih keras untuk meningkatkan
kesadaran moral, tidak lagi bertindak dengan dasar selera pribadi atau tindakan
sekedar menyesuaikan hukum, melainkan landasan tindakan itu demi kewajiban
semata-mata. Walaupun itu memang diakui suatu perjuangan yang pahit tetapi
mulia.
Bilamana sikap mentalitas imperatif kategoris Immanuel Kant dapat diterapkan didalam dunia bisnis, maka pelanggaran etika apalagi pelaggaran hukum dapat dikikis sedikit demi sedikit.
Bilamana sikap mentalitas imperatif kategoris Immanuel Kant dapat diterapkan didalam dunia bisnis, maka pelanggaran etika apalagi pelaggaran hukum dapat dikikis sedikit demi sedikit.
Penyebab utama adalah semakin mudah
para birokrat “untuk main mata” untuk berbagai nikmat dari hasil pelanggaran
etika, ini dikarenakan kaburnya pengertian dan criteria, yang mana etis dan
tida etis, ukurannya sudah terlampau buram.
Seseorang yang memiliki kemauan moral, bila ia seorang bawahan maka ia berani memberi pertimbangan “kalau perlu menolak dan bahka berhenti”, bila hal yang bertentangan dengan kode etik perbankan masih saja digelindingkan oleh pimpinannya. Seperti halnya disuruh membuat promosi ikhwal pelayanan bank dan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, atau penyinggung bank lain.
Seseorang yang memiliki kemauan moral, bila ia seorang bawahan maka ia berani memberi pertimbangan “kalau perlu menolak dan bahka berhenti”, bila hal yang bertentangan dengan kode etik perbankan masih saja digelindingkan oleh pimpinannya. Seperti halnya disuruh membuat promosi ikhwal pelayanan bank dan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, atau penyinggung bank lain.
2. Perlunya pembinaan terhadap calon
pebisnis dan para bankir maupun yang akan memasukkan dunia perbankan tentang
pemikiran yang luas dan cakrawala berpikir yang menyeluruh. Peningkaan cara
berfikir makro sebelum mikro . Penulis melihat banyak hambatan bahkan merusak
pembangunan nasional dan merugikan bank nasional, tidak hanya bertentangan
dengan moral pancasila, khususnya dengan sila ke lima, ke adilan social. Karena
individu-individu yang mementingkan diri sendiri dengan memperkaya diri atas
beban bank. Sebagaimana kita ketahui bahwa bank ialah suatu usaha jasa, yang
modal utamanya terdiri dari kepercayaan. Oleh karena itu, yang harus melekat
pada setiap keputusan dan langkah adalah “kepentingan masyarakat di atas
kepentingan pribadi”. Seorang bankir tidak mudah dirasuki oleh paham yang serba
materi. Yang mana pertimbangan materialistic selalu menjadi penggerak
keputusannya. Konkritnya adalah janganlah menjadi bankir yang materialistic
sehingga mudah berpindah dari suatu bank ke bank yang lain, yang dampaknya
sangat mengganggu dunia perbankan karena akan menciptakan kemudahan budaya
“bajak membajak bankir”
3. Perlu ditumbuh kembangkan
keterbukaan dan budaya malu. Harus ada terobosan yang dapat ditempuh.
Keterbukaan bank sangat dibutuhkan untuk membuka sesuai batas yang ada, namun
sudah mampu menjadi bahan potensi untuk memaklumkan debitur nakal, sebab kalau
tidak, keadaan bank tidak sehat akan begini terus. Ada kredit macet perlu
diekspos, tidak perlu ditutupi. Sehingga biamana dibiarkan demikian, maka suatu
waktu bank itu Go Public, dapat duit bursa. Kemudian duit masyarakat inilah
yang digunakan untuk menutupi kerugian yang disebabkan debitur yang punya
kredit macet tadi.
4. Sebagaimana tulisan sebelum
menyatakan bahwa pada dasarnya makhluk pebisnis tetaplah manusia bukan
malaikat. Sehingga tidak lepas dari kebutuhan manusia yang meruang dan mewaktu.
Ia memiliki pemahaman-pemahaman etika dan moral bahkan semua aturan yang
terkandung di dalam butir-butir keramat sila-sila Pancasila di luar menyuap
untuk menunjang kelanjutan hidupnya terancam bahkan ada gejala macet dalam
kelanjutan kehidupannya maka dalam keadaan tersebut mereka mudah sekali keluar
dari sistem yang legal untuk menabrakrambu-rambu kesopanan, bahkan meningkat ke
pelanggaran hukum. Oleh karena itu sangat diperiori-taskan untuk meningkatkan
kesejahteraan bagi karyawan, pegawai negeri, atau birokrat yang sangat banyak
pera nannya dalam hal urusan dunia perbankan maupun dunia ekonomi lainnya.
Penulis sangat prihatin tentang hasil
survei luar negeri terbukti yang mengatakan bahwa “gaji pegawai negeri di
Indonesia rata-rata hanya cukup untuk hidup selama 10 (sepuluh) hari saja”.
Pertanyaannya adalah 20 (dua puluh) hari itu ? tidak mungkin menjadi malaikat
yang tidak butuh papan sandang dan pangan. Sehingga jalan keluarnya ada ngobyek
kiri kanan. Lantas muncullah ekonomi biaya yang tinggi. Kalau dia dibagian
perizinan / birokrasi biasanyabanyak tambahan [unthe table] sehinga
mengakibat-kan pengusaha asing /investormengundukan diri karena ‘high cost’
yang tidak termasuk kalkulasi. Namun penulis juga menyadari bahwa kenaikan gaji
yang berlipat-lipat tidaklah menjadi jaminan ampuh untuk ngerem kerakusan dalam
uatu dunia bisnis .godaan yang bergemuru dalam diri manusia ditambah dengan
pengaruh kehidupan gemerlapan yang over acting kadang bembuat bankirTIDA tahan
mental dan tidak kuat menahan godaan sogokan, suap [bribery]. Seprti hundoro b
halim menyuap oknum tim pemeriksa bank Indonesia [BI] sebesar Rp
60.000.000.000,- [enam puluh miliar ] sehingga bank Indonesia hanya mengusulkan
agar bank berniagaan [mengganti manajemennya]. Untuk sementara hundoro aman [infobank
Edisi khusus juni No.211/1997].
5. Melihat sosok manusia beseta
perilaku seharianya tidaklah selalu gambaran yang sebenarnya.karna memang
manusia itu sendiri adalah mahluk misteri.Kadang dikira sabar,taat,saleh
ternyata pembobol bank atau koboi bank.Demikian pula sebaliknya,nampaknya
nakal,seram tidak mudah senyum, namun sangat jujur dan mudah dipercaya.Ada
benarnya pepata yang mengatakan”Dalamnya laut dapat diukur tetapi hati orang
sukar ditebak”. Yang tahu hanyalah dirinya dan Tuhan Pencipta alam semesta ini.
6. Dalam hal memperbaiki kondisi
seseorang terutama menunjang untuk menjadi manusia pengelola usaha, pebisnis
yang mental pancasilais dan profesional namun tetap harus ada perangkat
perangkat untuk mengawasi seseorang.Seperti halnya para pengawas; ;disini
sangat diharap Dewan komisaris,jangan kelompok ini justru dibayar murah,datang
seenaknya, tidak ada ruang atau sekedar pajangan person saja, bahkan lebih para
lagi bila mana dewan pengawas atau dewan komisaris tidak memahami seluk beluk
dunia perbankan.
7. Perlu penambahan Dewan audit karna
ini juga berfungsi sebagai dewan pengawas juga pengawas dengan sistm yang
bersifat stuktural yakni unit pengawasan intern. Kiranya juga sudah saatnya
ditinjau lebih gigih lagi tenteng masih suburnya pengaruh nepotisme dalam dunia
perbankan yang pada hakikatnya membuat lemah sistim pengawasan.
8. Penegakan hukum. Penulis menyadari
bahwa etika bisnis tidak meiliki bobot potensi sanksi.Namun yang ada hanyalah
sekedar panggilan hati nurani justru sebenarnya bilamana hati nurani yang
mengutuk dan mengukum maka terasa lebih membekas dan membuat orang yang tidak
menaati peradilan moral itu tidak dipercayai oleh diriny sendiri. Inilah hukum
yang menurut penulis yang sangat sadis bila mana seseorang tidak dipercayai
oleh dirinya sendiri. Inilah hukum yang menurut penulis yang sangat sadis bila
mana seseorang tidak dipercayai oleh dirinya sendiri. Oleh karna itu,
pemerintah dan kelompok-kelompok masyarakat yang melembaga secara bertahap dan
sistimatis mengadakan pembinaan mental bangsa yang akan menjadi asset
pembangunan diberbagai bidang. Walaupun pada prinsipnya bangsa Indonesia telah
kaya akan nilai-nilai moral yang dapat dijadikan sebagai dasar materi
pembinaan, namun tidaklah salah bilamana juga membuka diri dan wawasan dari
nilai-nilai yang datangnya dari luar seperti halnya nilai-nilai yang ada di
dalam ajaran Immanuel Kant tentang imperatif kategoris.
9. Sebenarnya dengan amat berat
kesepakatan suatu masyarakat untuk menciptakan suatu aturan bersama yang harus
ditaati oleh warga dan penguasanya. Sebab, aturan tersebut, memiliki bobot
sanksi bagi pelanggarnya dengan tidak pandang bulu.
10. Kode etik adalah “seperangkat
nilai yang bias mengefektifkan peraturan antara karyawan dan atasan” pada
akhirnya sanksi-sanksi menyangkut pelanggaran kode etik tersebut, harus dikembalikan
pada masing-masing bank.
11. Hukum memiliki cirri khas yang
tegas dan tidak hanya membiarkan sesuatu kerusakan, kejahatan atau pelanggaran
rambu-rambu kiri dan kanan tanpa ada sanksinya. Oleh karena itu, pemerintah
tidak hanya perlu political will, namun yang perlu adalah commitmen will.
12. Moralitas yang mengarah ke
korupsi karna tidak malu menyalahgunakan wewenang. Sebenarnya pejabat tidak
perlu melakukan korupsi karena telah memiliki modal dasar, yaitu sumpah
jabatan. Dasar moral juga harus memiliki pimpinan informal atau pimpinan agama,
sehingga dasar moral ini harus selalu ditumbuhkan.
13. Perlu disamak keputusan
organisasi kerjasama ekonomi pembangunan [organization for economic cooperation
and development-oecd ]yang telah menyetujui diberlakukanya undang-undang anti
penyuapan (bibery). Berdasarkan undang-undang itu sertiap perusahaan multi
nasional yang terbukti melakukan penyuapan atau kolusi untuk menda-patkan
sebuah proyek dapat diajukan ke pengadilan .
14. Sebernarnya di Indonesia soal
pemberantasan korupsi cukup memadai. Peraturan itu kita jadikan base,tetapi
yang penting adalah penegak hukum. Dalam hal emforcement,jaksa harus menindak
koruptor,polisi juga dilibatkan,pers diberi kebebasan.Pokoknya berbagai bidang
atau total foot ball, semua harus disentuh. Juga tidak cukup budaya malu,
tetapi juga harus ditumbuhkan budaya bersalah. Keter-bukaan dan usaha
menghindari kolusi, korupsi maupun nepotisme akan sangat membantu tumbuhnya perbaikan
dunia bisnis terutama dunia perbankan. Usaha tersebut merupakan salah satu inti
perjuangan daripada apa yang disebut “reformasi total”
0 komentar:
Posting Komentar